Kedua orangtuaku adalah pekerja. Kakaku satu-satunya bersekolah di pesantren sejak aku masuk kelas 3 SD. Jadi, masa liburanku seringkali tidak sama dengan waktu libur kakak yang mengikuti kalender Kemenag (Kementrian Agama), waktu libur Ibu mengikuti kalender Kemenristekdikti (Kementrian riset, teknologi dan pendidikan tinggi), dan Ayah yang waktu liburnya ya pada saat sedang di rumah.


Walhasil, disaat libur antarsemester yang biasanya sampai seminggu atau dua minggu, aku ga tau mau ngapain. Apalagi, masa itu aku baru saja pindah ke kompleks baru. Kompleks ini isinya kalau sedang musim liburan, hampir semua keluarga pergi ke luar negeri atau  pinomat (bahasa batak: setidaknya; paling tidak) pergi keluar kota. Berbeda dengan tempat tinggalku sebelumnya, di mana saat liburan, aku dan teman-teman komplek akan bermain bersama dari pagi sampai sore. Kami bermain masak-masakan, boneka, main sepeda, bahkan sekadar melihat-lihat jalan tol atau mengamati orang dewasa bekerja. Tempat tinggalku dulu adalah kompleks PIK (Pusat Industri Kecil), jadi banyak pengusaha kecil yang memproduksi barang seperti tas, sandal, gorden, singlet, sampai celana dalam merk Apple yang fenomenal. Produksinya dikerjakan di kompleks itu, termasuk pengemasan


Awalnya, saat libur, Ibuku sering membawaku ke kantornya di kampus, seperti biasa setelah menjemputku dari sekolah. Di sana, banyak kakak-kakak mahasiswa dan pegawai kampus yang bisa mengawasi dan menjagaku dari berbuat onar saat Ibu sibuk. Tapi ya, tidak mungkin dilakukan setiap hari. Tapi kalau dipikir-pikir apa ya perbuatan onarku yang lebih parah dari mencoret pintu rektor?


Akhirnya, ibuku menemukan solusi yang cukup riskan agar aku punya kegiatan saat masa liburan. Ia membawaku ke Gramedia dan meninggalkanku disana... 


Iya, ibuku menyiapkan ku bekal makan siang dan snack, dimasukkan kedalam tas ransel. Lalu aku diantar ke Gramedia sekitar pukul 9 pagi. Ibuku menaruh tas di tempat penitipan dan menitip pesan kepada pegawai Gramedia bahwa aku bukan anak hilang. Dulu sebelum tahun 2018-an, di Gramedia semua tas harus dititipkan sebelum masuk. Aku tidak tau apakah ini hanya berlaku di kotaku atau semua daerah di Indonesia. 


Aku juga membawa handphone siemens atau nokia saat itu, aku kurang ingat, tapi yang pasti isinya masih nomer kedua orangtuaku dan telepon rumah. Oh, nomer telepon kantor polisi dan pemadam kebakaran juga. Aku juga dibekali uang 10 ribu rupiah, karena saat itu harga komik masih sekitar 10-12 ribuan. Iya, dijanjikan satu hari boleh beli satu buku selama liburan, hehe. Jadi kalau liburnya seminggu, berarti ada 5 hari kerja aku di"titip" di Gramedia. Berarti aku bakal dapat 5 buku baru!


Rutinitas setelah aku ditinggal sama ibuku, aku langsung ke bagian komik anak. Sebenarnya, bisa aja kan aku ngebaca sesuatu yang enggak sesuai sama umurku. Tapi entah hipnotis apa yang dilakukan ibu saat aku dirumah, sehingga kalau aku melihat buku dengan rating D, aku mendadak jijik dan seperti menyentuh najis. Gokil hipnotisnya.


Aku juga enggak pernah nakal untuk membuka plastik buku. Bukan karena takut atau gimana, ya memang ga ada kepikiran aja. Kalau bukunya gaada yang kebuka, kan masih banyak pilihan judul lainnya yang udah kebuka. Ternyata dari kecil aku anaknya tidak sengoyo itu. Tapi aku pernah melakukan itu saat sudah lebih besar, karena melihat temanku sendiri melakukan itu. Astaga, untung sudah bertaubat!


Begitu jam 12, aku langsung ke tempat penitipan tas. Aku meminta bungkusan bekal saja. Tasnya aku tinggal. Aku berjalan menuju mushola. Aku sholat dan makan di mushola. Lalu balik lagi ke Gramedia. Biasanya, Ibuku akan menjemput sekitar pukul 5 sore. Tapi aku pernah dijemput sampai jam 8 malam.


Oh iya, pengalaman ini masih berlanjut sampai aku SMP. Kalau sudah SMP, ceritanya lebih keren lagi. Selain uang jajanku bertambah, aku punya kebiasaan baru: membaca buku yang baru aku beli di Dunkin' Donuts yang ada di bawah Gramedia. Di sana aku memesan coklat dan sepotong donat. Sayangnya, Dunkin' Donuts itu sekarang sudah tidak ada lagi.


Saat SMA, liburanku sudah lebih variatif. Aku mulai bisa membuat proyek-proyek sendiri di rumah, seperti belajar masak bolu. Walaupun hasilnya sering membuat Ayah harus makan kue bantet setiap hari, setidaknya aku mencoba. Selain itu, aku juga melukis, menyulam, menjahit, membuat boneka flanel, dan berbagai kerajinan tangan lainnya. Tapi tetap, kalau rindu dengan buku yang banyak, kadang aku meminta untuk ditinggalkan seharian di Perpustakaan Kota Medan. Karena kalau di Gramedia, sudah mulai malu sih ngetem dari pagi ampe sore...