![]() |
Frenemy to AI - Benci tapi dipakai juga |
Tak hanya dari dosen, kejadian yang sama juga sering aku dapatkan dari kedua orangtuaku. Sampai-sampai ayahku kadang tak mau lagi menanyakan konteks video atau berita yang meragukan karena aku sering kali mengomel,"AI itu, Ayah. Hoax itu. Itu sengaja biar orang-orang yang penasaran nonton terus!" dan akhirnya Ayah tak lagi bertanya namun langsung ngeshare ke grup-grup keluarga dan teman-teman sekolahnya. Ada yang masih baik mengingatkan untuk tidak gampang ngeshare konten hoax atau tidak penting, ada juga yang mengabaikan dan langsung menimpa dengan share konten lainnya, yang juga hoax.
Zaman sekarang, harus mengerti sistem kerja AI!
Sejak pertama kali AI berkembang dan dapat digunakan untuk khalayak umum, aku turut mempelajarinya. Generate gambar, ngumpulin daftar pustaka, mencari artikel relevan, membuat code, memperbaiki typo sampai ikut-ikutan generate lagu di suno. Seru, tapi tidak pernah aku publish.
Aku juga mencoba membuat artikel dengan AI, tapi sangat terasa tak ada nyawa dalam tulisanku. Secara otomatis rasa mual muncul saat membacanya. Waktu itu aku berani tes posting disalah satu platform berbasis blog juga karena sedang mengikuti kelas produktif dengan AI ini. Tapi tetap saja, menyebalkan sekali membaca tulisan itu.
Lambat laun kolaborasi karya original dengan AI bisa juga diterapkan. Misalnya untuk berdiskusi saat aku mentok membahas salah satu hasil penelitia. Lalu aku akan mengetik ulang sesuai pemahamanku dan setelahnya aku masukkan lagi ke mesin AI untuk di cek jika ada kalimat typo.
Tapi belakangan, aku melihat AI ini semakin sesuka hatinya mikir sendiri. Ada beberapa poin yang menurutku penting malah dihapus sama dia dan dilanjut dengan pembahasan sesuai dengan pemikiran dia. Fatal sekali. Jika itu adalah pemikiran umum sehingga dia memberikan hasil seperti itu, maka akan sulit muncul kebaruan berikutnya.
Melawan AI dengan AI
Permasalahan hidupku semakin bertambah saat beberapa saudara dan teman mengirimiku konten antah berantah bertemakan satwa liar. Bisa itu potongan video orangutan menyedihkan masuk ke lahan tambang/sawit, potongan clip camera trap, sampai berita yang wow banget kayak pertambahan jumlah satwa langsa secara signifikan. Semua berharap kepada jawabanku seolah aku pakar dengan kredibilitas tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan ucapannya. Duh berat banget deh, cuma itulah tanggungjawab yang memang harus diemban saat kita menempuh pendidikan lebih tinggi. Kalau ga siap dengan tanggung jawab moral ini, yo ndak usah sekolah lagiii.
Maka jadilah aku mengintegrasikan pemahamanku dalam AI untuk memudahkan hal ini. Biasanya, Pertama aku akan memasukkan gambar atau potongan gambar di video ke dalam google search. Untuk melihat dari mana sumber pertama gambar itu muncul. Akan lebih baik kalau sudah ada portal berita yang mengangkat itu deluan. Setidaknya, ada yang bertanggung jawab jika itu ternyata hoax.
Kedua, aku akan melihat tulisan atau data berbasis teks. Kalau tidak memenuhi prinsip 5W+ 1H, kemungkinan besar itu click bait. Sengaja cuma mancing komentar.
Ketiga, daripada capek, tentu saja aku langsung bilang, "Akal-akalan saja ini, biar mereka cuan kontennya. Udahla ngapain ngabisin waktu penasaran soal ini.", secara konteks sama dengan tayangan berita selebriti yang tidak penting.
Pernah juga aku pakai beberapa layanan di website yang aka ngasi tau seberapa persen suatu foto/video itu buatan AI. Nah masalahnya, mereka hanya mengidentifikasi itu AI atau bukan, tapi editan photosop seperti dua foto asli digabung masih sulit dibedakan bahkan oleh mesin AI sendiri. Apalagi kalau ada data pendukung dari portal berita abal-abal, maka AI akan mendeteksi itu sebagai informasi pendukung yang valid.
Seperti salah satu kasus barusan yang membuatku waktuku cukup tersita dengan menyebalkan. Ada suatu foto kucing tidur diatas surai singa. Tentu saja kiriman foto itu melalui DM instagram bersamaan dengan pertanyaan,"ini beneraaan? lucu bangeet."
![]() |
Ih lucu banget, tapi editan. cih! |
Aku sendiri awalnya mau percaya-percaya aja, foto drone banyak kok yang ngambil. Bisa aja momen ini beneran ada. Tapi... aku merasa ukurannya ga balance. dan karena sudah pernah mengambil foto dengan drone membuatku merasa agak kureng nih.
-min.png)
Ya bener aja, setelah aku cek pakai google search image, semua source nya gaada yang kredibel. Postingan facebook di share berulang kali sejak tahun lalu tanpa ada berita pasti. Adapun website yang menulis kan perihal ini ga melengapi 5W + 1H. Entah kapan foto itu diambil, siapa timnya, dimana lokasinya dan sebagainya. Jika itu alasan privasi untuk melindungi keberadaan sejoli itu, rasanya ada cara penulisan yang lebih baik deh. Yang pasti tulisannya ga berasa Ai banget. apalagi foto nya nyomot dari artikel lain.
Lalu aku ngecek ke web yang katanya ngasih perhargaan dong. Dan taraaa, kagak ade tuh foto yang dimaksud. Hadeeeh, asli ngabisin waktu aja!
Gunakan Moral Baik Ketika Memakai AI
Penggunaan AI memang sangat memudahkan kita saat ini. rasanya ada yang bertindak sebagai asisten dan penasehat pribadi. Mengingat jika ini adalah orang sesungguhnya, kita perlu membayar mahal.
Beberapa pengetahuan tentang Ai yang kudapat terutama dari kalangan teman-teman Blogger Medan adalah untuk mempercepat produktifitas. Yup, mengejar target untuk masuk kedalam arus logaritma sosial media. Tapi apakah harus dengan cara menyebarkan informasi asal-asalan, gambar-gambar editan untuk menarik perhatian dan membuat orang awam sampai orang sudah sepuh harus memikirkan benarkah ini ada atau tidak. Lebih baik konten berulang itu-itu saja jika tidak tamak dalam mengejar cuan dari sosial media.
Ah sudah gitu aja dulu deh. Ciao!
Note: Gokil, aku udah bisa balik nulis kayak gini. Tanpa AI sama sekali pula! wkwkwk.
0 Comments
Posting Komentar
Your word can change the world! you can be left a comment on my post :)