Menuju penghujung dekade kedua dalam kehidupan, apalagi untuk seorang perempuan, mulai dikhawatirakan perihal pasangan hidup. Iya, dikhawatirkan. Karena yang sibuk sekali itu orang-orang sekitar kita. Pertanyaan, sudah menikah atau belum itu lumrah ditanyakan di Indonesia di berbagai ranah, mau itu obrolan pasar sampai ke ranah pekerjaan profesional. Basa-basi, katanya.


Empat tahun terakhir, aku tak pernah kesal atau risih jika ada yang membahas perihal itu. Karena kata ibuku, anggap semua itu adalah doa. Apalagi kalau perihal jodoh dan ternyata ada yang kesal dengan cara kita menyikapinya lalu dia dendam dan kita benar-benar jadi sulit untuk mendapatkan jodoh. Sebenarnya, dibanding takut dengan kutukan orang lain, aku lebih takut dengan prasangka-prasangka seorang ibu yang tidak sengaja malah terkabul kan Yang Maha Kuasa. Sehingga untuk menjaga itu, ada banyak amanat dari ibu yang aku ikuti 'pakem' nya saat berada diluar rumah.


Dari aku kecil, aku bukan anak yang sulit berteman. Tidak pula mudah berteman. Bahkan sampai sekarang aku masih belum 'luwes' kalau bersama dengan teman-teman yang kurang sefrekuensi. Aku merasa, justru teman-temanku yang banyak menyesuaikan dan memaklumi keanehanku dalam berinteraksi. Teman geng SMA ku salah satunya. Mereka tetap mau bertahan berteman, ngajak main, ngajak nongkrong padahal interest kami semua berbeda jauh. Meski begitu, beberapa teman geng SMA ku yang sudah menikah itu turut pula menyemangati dan membantu ku untuk mencari pasangan hidup. Kalau untuk temanku yang satu lagi, kriterianya terlalu tinggi, sulit dibantu. Sedangkan aku, sebenarnya sederhana saja.


Menurut mereka yang sudah menikah, untuk mendapatkan pasangan hidup yang tepat adalah dengan menentukan kriterianya terlebih dahulu. Oke, aku bilang aku ingin pasangan yang bebas rokok, bebas hutang (kalau piutang ya gapapa), dan bebas maksiat sesuai dengan ajaran agama yang aku anut. Temanku manggut-manggut, 'sederhana, tapi cukup sulit' kata mereka. 'Untuk rokok bisa ditolerir ga? berubah pelan-pelan saat sudah menikah, misalnya?', tentu saja aku jawab, kenapa menunggu berubah setelah menikah? kalau memang bisa berubah untuk berhenti, ya berhenti saja sebelum berpikir menikahiku. Teman-temanku kembali manggut-manggut. ah, ini sih berat aku rasa itu  terlintas di kepala mereka mengingat salah satu pasangan temanku masih merokok juga. Padahal kami semua punya riwayat penyakit agak-agak mirip dan salah satu pemicunya asap rokok.


Teman-temanku benar-benar mencoba mencarikanku pasangan dan diseleksi dari pihak mereka terlebih dahulu sesuai dengan kriteria yang aku minta. Menurut teman-temanku, tak sulit sebenarnya 'menjual' tampilan luarku. Yang sulit adalah, setelah mengetahui sisi lain yang tidak sesuai dengan imej yang terlihat.


Terlalu alim untuk rebel, dan terlalu rebel untuk alim.


Istilah kata ni ya, seharusnya dengan tampilan selalu pakai rok, gamis, jilbab panjang, setelah wajah ukhti-ukhti ini tipikalnya yang ngomongnya lembut, pekerjaannya mengajar, anak rumahan, nongkrongnya dipengajian, teman-temannya juga sejenis, obrolannya seputar agama, buku-buku fiksi terbitan mizan atau karangan asma nadia, keluarga, parenting, dan sejenisnya.

Seharusnya juga untuk orang yang kerjanya memilih keluar masuk hutan, menulis penelitian, berkutat dengan laptop seharian, olahraga outdoor, temannya super banyak dari berbagai kalangan, diskusinya tentang negara, demokrasi, sejarah, pemikiran kiri dan sebagainya minimal nih penampilannya tudung biasa aja yang kadang melingkar dileher, baju safari atau kemeja kota-kotak, kaos dan celana.


Tiba-tiba aku muncul sebagai anomali di mata beberapa orang. Sebenarnya aku udah ketemu beberapa orang yang setipe lah dengan ku, ya kali ada 8 milyar manusia di dunia ini aku aneh sendirian? 


Lalu opsi berikutnya muncul, mungkin aku harus mencari di kalangan dengan pendidikan lebih tinggi, karena mereka pasti lebih open minded dengan segala ketidaknormalan dari standarisasi  umum masyarakat asia tenggara ini. Baik, aku mencobanya. Mengingat memang secara pendidikan yang sudah aku tempuh harusnya bisa masuk kedalam golongan kurang lebih 2% se asean ini. Tapi lagi-lagi setelah mencoba masuk, rasanya aku tidak terlalu pintar untuk golongan itu. Masih banyak ga nyambungnya. Apalagi sudah dipersempit seperti itu, semakin rumit pencarian ini.


Misi berikutnya, mempertanyakan sekiranya aku mau tidak dengan yang lebih muda? mungkin ini akan memperluas pencarian. Hmm... masih berat rasanya. Tapi kalau memang klik nya dapat, tidak mungkin rasanya untuk menolak dan mencari alasan lain.


Harapan semakin membesar, lalu masuk ke cara pendekatan. Bagaimana cara PDKT dengan orang Friendly? kami pun mencari di internet, rata-rata memang harus dengan pacaran terlebih dahulu. Karena yang bisa meyakinkan calon pasangan orang friendly salah satunya dengan komitmen. Nah, ini batasan yang sulit untukku. Aku tidak pernah pacaran dan tidak akan mau pacaran sebelum menikah. Jadi maunya gimana? kalau ada yang tertarik ya ngomong langsung ke orangtua. Masalahnya kembali ke awal; terlalu rebel untuk pakai cara alim, dan terlalu alim untuk pakai cara rebel. Istilah kata begitu.


Sambil mengganti popok bayinya temanku berkata kalau aku itu sebenarnya biasa-biasa aja, tapi memang latar belakang dan tampilanku gak biasa. gak normal. tapi sebenarnya normal. Aku terkekeh, masalahnya sejak dari awal panggilanku alien di geng kami ini. Temanku yang lain dipanggil trio gembel. Jadi trio gembel plus satu alien. 


Selera musik juga kacau banget. Seseorang pernah memprotes playlist milikku karena sehabis lagu nasyid maidany, masuk ke jason mraz, kyary pamyu pamyu, mocca, SO7, jkt48 sampai ke band Exist dari Malaysia dan beberapa lagu melayu lainnya dan terakhir India, dia terganggu karena menurutnya itu aneh banget. Kalau barat ya barat saja. sejak itu aku tak pernah mau kalau ada yang meminta aku memutar lagu di perjalanan. aku memilih pakai headphone, mendengarkan sendiri, lalu saat ada yang iseng mencopot headphoneku, yang terputar justru murottal Syech Abdur Rahman As Sudais. Serandom itu memang. Bahkan saat menulis ini aku sedang mendengarkan jazz.


Selama sekitarku masih semangat mencarikanku pasangan hidup, aku juga sama semangat dan excited kira-kira siapa jodohku. Bahkan kemarin ada yang menyampaikan kepadaku,'kak bang x lagi cari istri', aku hanya menjawab,'gudlak, semoga segera ketemu', karena aku ga tau sebaiknya menjawab apa. Aku juga semangat dalam melihat hubungan orang lain, melihat orang-orang menemukan pasangan yang sesuai dengan nya. Turut mendoakan agar semua orang yang ada dalam pengelihatanku, dalam lingkaranku urusannya dalam berkeluarga dan berpasangan baik-baik aja biar bisa menciptakan generasi yang sehat jiwa raga. Gokil, jauh banget aku mikirnya.


Salah satu keisenganku sekarang ini kalau di sosial media terkhusus IG adalah meninggalkan komentar-komentar random di berabgai postingan. Beberapa temanku sudah ada yang notice dan menjadikan komentar-komentar, postingan yang kusukai sampai reshared menjadi bahan obrolan kami saat berkumpul. Karena kata mereka aku pernah menyukai konten dari pemilik akun dengan orientasi gay. Bahkan sampai mereka save untuk menujukkan kepada ku bahwa aku salah memberikan love! perhatian yang lucu dan menyenangkan, hahaha.

Dari komentar-komentar dengan niatan untuk menambah engagement akunku, ada juga akun random yang mengirimiku pesan untuk mengajak berkenalan. Sudah sampai kirim foto segala juga. Tapi tetap saja aku tidak tau mau membalas apa untuk menunjukkan ketertarikan. Kata temanku memangnya aku tertarik atau tidak dengan si akun random itu? aku jawab tentu tidak, aku gak kenal pribadinya, aku gak pernah ketemu, bagaimana caranya bisa tertarik? meski sesaat kemudian aku ditimpuk guling bayi karena aku pernah tertarik dengan seseorang yang tidak pernah aku jumpai hanya karena melihat konten-kontennya di instagram.



Saking semangatnya teman-temanku mencarikanku pasangan, sampai menjodoh-jodohkanku langsung di depan teman laki-laki kami juga yang masih jomlo. Aku langsung berkata 'pait-pait' dan seolah tidak mengindakan kata-kata itu. Aku anggap lelucon saja. Karena kadang sikap kikukku bisa muncul, aku justru takut kalau temanku menangkap respon lain dan mengacaukan pekerjaan yang sedang kami kerjakan saat ini.


Jadi begitulah guys sepenggal cerita si Ekstraordinary Medioker ini. Ciao!