Singapura, oh, Singapura

Sunny island set in the sea

Singapura, oh, Singapura

Pretty flowers bloom for you and me~


Itu adalah penggalan lirik dari cenderamata patung merlion yang keluargaku beli tahun 2009 silam. Aku sering menghidupkannya untuk mendengarkan lagu tersebut, sampai ibu memperingatkanku agar tidak terlalu sering memainkannya karena khawatir baterainya akan cepat habis. Tentu saja aku tetap melanggar peringatan itu dan diam-diam terus memutarkan lagu itu sampai suatu saat suaranya berubah menjadi seperti tikus kejepit. Karena sering mendengarnya, akhirnya aku hafal betul lagu tersebut.

Lalu saat aku kembali ke Sinagpura, aku menyanyikan lagu itu di depan beberapa teman warga lokal. Sampai saat itu aku mengira lagu tersebut adalah lagu kebangsaan Singapura. Ternyata, aku baru mengetahui dua belas tahun kemudian bahwa lagu itu hanyalah 'folk song' untuk anak-anak. Hahaha!

Singapura tempo dulu, Merlion 2009, Merlion


Karena keluarga kami ada di Malaysia, kami beberapa kali pergi ke sana. Entah kenapa tahun itu ayah dan ibu punya ide selagi di Malaysia kami berencana lanjut traveling ke Singapura dan Thailand. Sayang, waktu itu terjadi konflik muslim di perbatasan Malaysia dan Thailand. Sangat berisiko bagi ibu, kakak, dan aku yang menggunakan jilbab untuk masuk kesana. Karena itu kami beralih menghabiskan waktu di pulau Langkawi karena tidak jadi masuk ke Thailand. Kenapa tidak naik pesawat saja langsung ke Bangkok? Hehehe, keluarga kecil kami tak sekaya itu... memang sebisa mungkin kami mengambil jalur darat. Karena dulu tiket bus ada potongan untuk pelajar. Kalau pesawat kan gak ada ya, di atas umur 2 tahun semua pukul rata kena tiket penuh. Huhu.


Jadilah kami dari Perlis ke Johor Bahru naik bus, hampir 10 jam. Dan dimasa itu belum banyak connecting train. Ayahku juga terbiasa dengan bus. Dulu kakakku masih SMA dan aku baru saja tamat SD. Manalah pintar membantu mencari alternatif kendaraan. Benar-benar sangat santai mengandalkan Ayah dan Ibu. Oh salah, hanya Ayah. Ibuku juga tipe princess passenger dan menurun ke anak-anaknya, hihi.


Sesampainya di Johor baru kami membeli sarapan nasi lemak dan membungkus makanan untuk bekal di singapura. Karena saat itu, kami masih takut soal halal-haram makanan di singapura, ditambah lasi mata uang singapura sudah cukup mahal (sampai sekarang sih). Lalu kami mengambil bus untuk menyebrang ke singapura. Imigrasinya tidak terlalu ketat. Terutama kami karena umurnya dibawah 17 tahun, paspport masih QQ dengan ibuku. Nempel. Aku gak ngerti juga maksudnya gimana. Pokoknya dalam ingatanku aku ga ada ditanya-tanya sama pihak imigrasi. Paspornya ada masing-masing, tapi ada tulisan QQ ke nama ibuku.

Jadi kalau pakai bus, di perbatasan kita turun dari bus, masuk imigrasi, baru kembali ke bus lagi.


Sesampainya di terminal bus, aku sudah terhipnotis melihat singapura. Cuma sebelahan sama batam dan malaysia, tapi vibesnya itu terasa sangat....Cina.


Tak lama, kami dihampiri supir Taksi. Kami semua bingung, karena si supir taksi ini cuma bisa bahasa cina dan broken english. 'no melayu, no melayu' kata dia. Karena sudah diberitahu oleh keluarga di Malaysia, kalau ke Singapura itu harus foto dengan Merlion. Entah kenapa kami semua gak bisa mengucapkan nama Merlion, yang kami ingat, itu patung bentuk singa. Lalu karena kakakku anak pesantren yang notabene disaat itu bahasa inggrisnya paling bagus  Kakakku ngide banget nyebut patung singa sebagai 'tiger'.

"tiger? go tiger?"

"yes!"

keluarga kecil dan manis ini pun masuk ke dalam taksi dengan argo itu.

Perjalanan berlalu sekitar 15 menit. Kata saudara kami, lokasi merlion dengan terminal bus dekat saja. tidak sampai 5 menit. Aku menikmati pemandangan singapura saat itu. Sebuah kota yang terlihat baru dibangun dengan rapi. Semua terasa baru. Pembangunan terlihat dimana-mana tapi tidak ada suara berisik atau alat berat berseliweran di jalan raya. Aku menyadari kami menyusuri jalananan yang lengang itu cukup lama. Sekitar 30 menit lebih, akhirnya Taksi berhenti.

"Tiger." Katanya.

Yup, kami berhenti di depan originnya singapore. Tiger...Beer!

Ayahku mulai ngomel pakai bahasa melayu mengatakan seharusnya kami bukan diturunkan disini. Dan si supir taksi kembali mengatakan  'no melayu, no melayu. English please.'

Melihat keributan didepan pabrik, seseorang dari pos security mendekati kami yang sudah nyaris mau membalikkan taksi argo ini. Ternyata beliau orang Sulawesi. Syukurlah...

Lagian gak ngotak emang si supir taksi cina ini (bukan rasis ya, hanya mendeskripsikan!) Ayahku menggunakan baju kemeja lengan panjang dan celana keper, ibuku memakai setelan terbaiknya dan jilbab melilit rapi menutupi kepala, kakakku memakai jilbab khas anak pesantren dan aku memakai jilbab instan seleher, NGAPAIN KAMI KE PABRIK BIR?!


Akhirnya Bapak dari Sulawesi itu menjelaskan dengan bahasa mandarin kepada supir taksi. Dan taukah anda, normalnya dari temrinal bus ke Merlion ikonik itu hanya 9 SGD naik taksi. Dan kami jadi harus membayar 38SGD untuk sampai ke Merlion. Menyala kurs negaraku yang lemah~

Singapura tempo dulu, Merlion 2009, Merlion

Kami pun mengambil foto di Merlion. Bergaya seperti turis-turis lainnya. 


Menikmati makan siang dengan nasi lemak dipinggiran Merlion. Sampai pada akhirnya, aku kebelet pipis dan kakakku haus. Dan jeng jet, tidak ada ember dengan gayung di wc  umumnya. Apakah dulu kami tau ada bidet portable atau life hack membasahi tissu di wastafel, atau pakai botol plastik dan lainnya? o ow tentu tidak teman-teman.  Aku merasa berdosa karena tidak cebok dengan benar. Geli banget cebok ga pakai air.


Keluar dari toilet, aku melihat kakakku duduk sambil memegang botol air mineral sebesar genggaman tangannya yang sudah kosong. Lalu dia bergumam,"Akan uti bawa pulang kemasan seharga 25ribu rupiah ini." Apakah saat itu kami tau bahwa air tap/keran singapura bisa langsung diminum? o ow tentu tidak. Keren juga kami bisa survive kala itu tanpa internet.

Singapura tempo dulu, Merlion 2009, Merlion

Selanjutnya kami mencari monorel yang aku ga taulah namanya apa yang penting itu transportasi untuk menyebrang ke pulau sentosa. Dulu belum ada universal. Yang pasti kata saudara kami, kalau bawa anak-anak langsung saja ke sentosa island, isinya taman bermain. Qadarullahnya, begitu kami sampai... semuanya masih tahap pembangunan! Wahana bermain yang dimaksud juga lagi renovasi besar-besaran hahaha. Pantes aja meski itu suasana liburan, sentosa island cukup sepi. Kami pun menghabiskan waktu berjalan-jalan disana lalu menemukan merlion gede banget. Warnanya emas. Kata Ayah, itu induk merlionnya. Ternyata isinya adalah sebuah museum dan ada pertunjukan sejarah singapura. Saat itu di banderol harga tiket pelajar 8SGD. Sedangkan untuk orang dewasa 15SGD. Ingat kasus taksi di awal? yap, kami sudah tidak memiliki uang yang cukup. Kata Ayah dan Ibuku, kami saja yang masuk, uangnya masih cukup. Kalau Ayah dan Ibu ikut, nanti tidak ada lagi ongkos pulang. Kayaknya disaat itu aku agak tantrum deh. Intinya aku dan kakakku memilih tidak masuk. Mending dipakai untuk membeli oleh-oleh saja. Dan sampai sekarang aku masih ingat kaus singapura yang aku beli disana untuk diriku sendiri dipinjam temanku saat menginap dirumah dan tidak pernah dikembalikan dengan alasan dia lupa. Kadang-kadang, kita memang gak tau hal-hal sederhana yang penting untuk orang lain. Kenapa aku pinjemin? karena ukuran badannya besar dan itu kausku yang paling besar karena aku berangan-angan akan memakai kaus itu sampai besar, hahaha! Dan pada akhirnya beberapa tahun kemudian aku bisa kembali ke singapura dan bisa beli oleh-oleh apa aja yang aku mau. semua tinggal gesek dan tap kartu saja~


Singapura tempo dulu, Merlion 2009, Merlion


Nah, sayangnya di momen aku kembali ke singapura, kami tak lagi bisa masuk ke patung merlion emas yang besar itu. Karena udah dihancurkan tahun 2019 silam buat pengembangan sentosa.


Yah begitulah sepenggal kisah perjalanan pertamaku ke singapura, sebuah negara kecil yang melaju sangat pesat sekali. Tapi kata teman-teman disana, memang pembangunan tak pernah berhenti. Jalur MRT aja terus bertambah dan berganti, membuat mereka jadi harus cepat beradaptasi dan menerima perubahan. Disaat aku ingin sekolah dan berkerja disana, mereka justru ingin mencari kehidupan yang lebih tenang, slow living. Lah, Indonesia mah terlalu selow yak, ampe bosen wkwk.


Hmm... jadi pengen punya pasangan dari singapura dan pindah kewarganegaraan biar punya paspor terkuat sedunia, hahaha!