Advertisement

Responsive Advertisement

Menghilangkan Perasaan Suka

Ada orang yang bisa mengatur perasaannya ada juga yang tidak. Kalau yang tidak itu biasanya suka pada pandangan pertama atau ngerasain sensasi 'deg' saat bertemu atau menerima sesuatu dari seseorang.

Beberapa kali teman bertanya kepadaku sebenarnya ada orang yang aku suka atau tidak. Kadang karena takut dikira milih-milih, aku sering menjawab "ya adalah". Tidak semata-mata berbohong, karena 'ya adalah' itu memang ada yang membuatku tertarik. Biasanya, karena orang tersebut menunjukkan ketertarikan kepada kita lalu kita jadi mencari tau latar belakang orang tersebut. Saat menemukan beberapa sisi positifnya, wajar saja kan kita jadi memiliki rasa tertarik?

Ketertarikan ini biasanya akan mudah berkembang menjadi rasa suka. Rasa dimana kita mencari tau kesehariannya, bagaimana cara menghubunginya hingga bisa menjadi dekat dengannya. Sebenarnya ditahap ini kita sudah bisa mulai mengatur perasaan apakah ini akan berkembang atau tidak.

Tahap ini cukup krusial bagi orang-orang yang sifatnya mungkin sama denganku, posesif. Aku mengetahui aku memiliki sifat ini dari perasaan tidak sukaku ketika saudariku lebih banyak menghabiskan waktu dengan temannya, atau ibuku yang sibuk dengan kegiatannya. Itu adalah hak masing-masing individu tapi hal kecil seperti itu bisa membuatku menumpuk kekesalan dan meledak pada kemudian hari. Perasaan kepada keluarga adalah bagian terdalam dariku. Jadi aku pikir, jika aku benar-benar menyukai seseorang, pasti aku akan merasakan perasaan seperti ini juga.

Kenapa 'aku pikir;? karena aku belum pernah memiliki hubungan yang serius 😅 Habisnya kalau dibilang belum pernah punya hubungan rasanya seperti bohong. Ketika kamu tau seseorang menyukaimu, dan kamu pun memberi sinyal menyukainya, lalu berinteraksi, itu seperti sudah memulai suatu hubungan. Kalau dalam ajaran Islam, tentu saja hal ini tidak tepat. Mencoba berpegang teguh sebagai muslimah, aku bertahan untuk tidak memberi jawaban jika arahnya tidak serius.

Kembali kepada judul, aku takkan menafikan pernah bertahan pada perasaan suka dan mengembangkan perasaan itu dalam hati. Aku pikir saat itu, akan mencoba membuka kesempatan ke arah yang serius dan mengenalnya lebih lanjut. Setelah sebelumnya obrolan-obrolan hanya sebatas anak muda yang dilanda kasmaran tipis-tipis. Tapi aku mendapatkan jawaban yang membuatku patah hati di detik itu juga. Tanpa sepatah katapun, aku langsung memutuskan komunikasi.


Meski di detik itu aku menjadi illfeel, tentu saja itu tidak lantas langsung menghilangkan perasaan suka tersebut. Aku melewati beberapa fase:


1. Penasaran

Apa yang terjadi jika aku memberikan respon lain? Apa yang dia pikirkan saat ini? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu bergumul dalam kepala ku. Namun aku berusaha tak tergoda untuk membuka komunikasi kembali.


2. Mengumpulkan Amarah

Aku menuliskan semua hal yang membuatku menjadi marah dan semakin marah padanya. Mengumpulkan perilaku-perilaku yang 'enggak banget' dari sosoknya. Bukan mencari-cari kesalahan orang lain, lebih ke daftar apa saja yang membuatku enggak akan mungkin cocok dengannya. Aku berusaha memiliki padangan terbuka terhadap masa depan.


3. Menyesali diri sendiri

Aku menuliskan apa saja dari diriku yang belum dewasa, yang membuatku belum bisa menjalin hubungan, dan berbagai hal kekurangan pada diri sendiri agar aku tidak mengalami perasaan seperti ini di kemudian hari. Aku tidak ingin kembali merasakan patah hati pertama yang ternyata cukup sakit. Takkan ku biarkan hati mungil ini kembali mengalaminya hahaha.


4. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan kedepan

Bagaimana kalau kami bersisian lagi dalam kegiatan? Bagaimana kalau tiba-tiba dia menghubungi kembali disaat aku sudah mulai berdamai dengan diri sendiri? dan dari situ aku membuat keputusan apapun yang terjadi, jangan bersisian lagi, jangan lagi berkontak. Menghapus nomernya dan menghiangkan seluruh jejak digital yang pernah ada. Jangan sampai aku mencoba melihatnya kembali. karena aku paham pada diri sendiri yang suka penasaran pada setiap hal. 

Dan ada salah satu ceramah yang menguatkan ku untuk tak ragu menghapus seseorang dari kehidupan diri kita sendiri yaitu : Silaturahmi yang tidak boleh diputuskan hanya pada hubungan keluarga/garis nasab. dari akar katanya Silah = menyambungkan, Rahmi-Rahim = Hubungan darah. Yah kira-kira seperti itu pembahasannya. Diluaritu hubungan yang harus dijaga adalah sahabat-sahabt dan teman yang mengarah kepada kebaikan dan sama-sama punya tujuan syurga. Selain itu tidak ada gunanya dipertahankan.


5. Membiarkan Waktu Menghapusnya

Jika ada yang mencoba menutup perasaan suka dengan orang baru, aku tidak melakukannya. Karena bisa jadi aku terjebak kembali dengan masalah yang sama. Sehingga aku hanya membatasi perasaanku kepada seseorang di level tertarik, jika ada arah kepada seirus, aku berikan kontak abang sepupuku. saat sudah tidak jelas arahnya kemana, aku akan langsung memutuskan komunikasi. Jika memang jodoh, pasti akan ada jalannya. Jika tidak, tak perlu memaksa jadi jodoh-jodohan.


Di masa membiarkan waktu menghilangkan perasaan itu, banyak-banyak upgrade diri, sibukkan dengan berbagai kegiatan dan lainnya, jangan malah mencari jalur patah hati baru! Rasanya enggak enak sekali kalau terpaksa melewati ini lagi, karena menuju fase terakhir itu butuh waktu bertahun-tahun bagiku, padahal memutuskan komunikasinya hitungan menit saja. Haha!


Gitu aja deh, gudlak buat kita semua. Ciao!

Posting Komentar

0 Komentar