"Aku gak mau kelihatan alim-alim kali..."
"Hahaha, kok gitu?"
"Iya, masak pas aku bilang 'Anjr*t!' trus ada yang bilang 'ih,bisa ya cakap gitu'..."

Iyah diem tapi sambil ketawa tanpa kejelasan. ga tau mau kometar apa.





Assalamualaikum Ukhti! Sawwadekraaab~

Iyah memutuskan memakai jilbab sejak kelas 3 SD. Tepatnya saat kakak Iyah masuk Pesantren. saat itu iyah sama sekali tidak berpikir kalau memakai jilbab untuk kelihatan alim. tapi jilbab membuat iyah nyaman. Iyah nyaman melihat kakak-kakak yang pakai jilbab lebar, dan iyah berpikir orang pun akan lebih nyaman melihat iyah berjilbab juga. gitu. alasan yang sederhana bukan?

Iyah belum mengerti arti kewajiban dari menutup aurat. Pokoknya iyah mau pakai jilbab yang lebar. kalau tidak di cegah mamak, mungkin iyah pede saja pakai mukena ke sekolah. ya, dari dulu iyah emang rada gesrek.

Alim itu artinya berilmu. bisa ilmu dunia dan juga ilmu tentang agama. Boro-boro paham ilmu agama, Iqro' aja baru iyah selesaikan di kelas 3 SD setelah pengulangan 3 kali dari iqro satu sampai enam. habis gak lancar-lancar sih baca Qur'an nya...

Iyah baru benar-benar memahami (sangat di tekankan pada kata benar-benar memahami) kewajiban menutup aurat saat kelas 2 SMP karena nasihat dari seorang Ustadz yang membimbing kami untuk hafalan Al-Qur'an. Sebelumnya Iyah masih berani memposting foto pertama kali yang iyah unggah ke akun facebook iyah tanpa mengenakan jilbab. hanya pakai hoodie jaket. tak sampai dua hari, foto itu iyah hapus karena mendapat ceramah dari ustadz tersebut.

Ini Pakaian Kewajiban, Bukan Label Kesempurnaan

banyak orang yang takut mengenakan jilbab sesuai syariat karena takut tidak bisa sempurna. karena image seorang wanita muslimah yang sesungguhnya itu; Cerdas, anggun, disiplin, lemah lembut,menyejukkan dan lainnya yang turut membangun image sempurna. Lalu, orang-orang yang sifat bawaannya agak kasar dan lasak tidak boleh berjilbab syar'i?

Katanya takut merusak image yang ada. Jika begitu, mengapa tidak berusaha menjadi image yang ada?


Ini Pakaian Kewajiban, Bukan Label Kesempurnaan



Ibarat sekolah, kalau tak mendaftar masuk sekolah bagaimana mau rangking satu? dan kalau masuk sekolah wajib, apakah rangking satu itu wajib?


Anggaplah kecaman dan sindiran orang-orang mengenai tingkah laku ukhti yang tak sesuai image itu adalah guru. Guru yang membimbing ke rangking satu. Lambat laun, dengan pakaian kewajiban itu maka ukhti akan di bimbing menuju kesempurnaan seorang wanita muslimah tersebut...

Jika Ukhti tidak memakai pakaian kewajiban, atau tadi kita anggap mendaftar ke sekolah. maka, bagaimana ukhti bisa di bimbing? orang-orang takkan perduli dengan tingkah laku ukhti yang semakin liar dan jauh dari kata sempurna. namun, jika ukhit sudah mendaftar kesekolah, guru mana yang membiarkan anak muridnya semakin hancur dan bobrok?

Ini Pakaian Kewajiban, Bukan Label Kesempurnaan

analogi yang iyah berikan mungkin sedikit membingungkan, tapi coba pahami lah. atau simpulkan dan berikan analogi lain yang dapat ukhti pahami...

Iyah bukan seorang yang sempurna. namun menunggu sempurna untuk menyampaikan kajian maka takkan ada manusia yang bertahan saat ini. bukankah kita hidup dari pengalaman nenek moyang? kalau nenek moyang menunggu sempurna untuk menyampaikan pengalaman cara bertahan hidup, maka semua akan punah.

ah, dari tadi terlalu banyak ber analogi.Mari kita pahami kehidupan ini dengan lebih seksama bersama-sama.

Assalamualaikum Ukhti! Barakallah...