• Home
    • About
    • Contact
    • Category
      • Tutorial
      • Review
      • Explorer
      • Review
      • Biology
      • Blogger Medan
      • Islam
    • Advertise
    • Home
    • About
    • Contact ►
      • Category
      • Category
      • Category
    • Shop
    • Advertise
    facebook twitter instagram Email

Mahdiyyah

Dewasa ini, rasanya sering kali melihat keluarga yang terpencar-pencar. Perhatian menjadi terbatas hanya melalui komunikasi dari smartphone. Hal ini kadang bisa terjadi karena memiliki lokasi rumah yang tidak strategis misalnya, sehingga membuat seluruh anggota keluarga mencari kenyamanan dengan berbeda-beda tempat tinggal sesuai kebutuhan masing-masing.


Jika kita sering mendengar tentang rumah tak lengkap tanpa cinta didalamnya maka hal ini berlaku sebaliknya bahwa cinta butuh rumah. Ih kok gitu sih? Karena dengan rumah yang tepat, seluruh anggota keluarga dapat menjadikan rumah sebagai tempat untuk pulang, tempat untuk beristirahat, tempat yang menjadi tujuan utama dan dirindukan setelah berpergian dari luar daerah. Ketika sudah ada rumah, seluruh anggota didalamnya dapat membangun keharmonisan hubungan berkeluarga. Bayangkan bagaimana cinta kasih tumbuh antara kakak dan adik yang menghabiskan waktu mereka saling bercengkrama di dalam rumah yang nyaman. Ayah dan Ibu yang saling bekerjasama dalam merawat buah hati mereka berdua. Ah, cinta benar-benar butuh rumah.


Sebagai generasi millenial, memiliki rumah masih target kesekian. Ini pun menjadi polemik generasi Y dan Z. Pergi liburan, setiap hari makan menu kekinian sehingga tak ada tabungan untuk masa depan. Apalagi untuk pasangan muda sekarang yang baru melaksanakan pernikahan, honey moon menjadi tujuan untuk have fun dengan budget yang lumayan hmmm menguras seluruh pendapatan. Yah bagaimana, seneng aja rasanya update konten menunjukkan kebahagian. Tapi, apakah cinta akan berlangsung seperti ini saja? Generasi muda sekarang memang sebaiknya mulai memperhatikan soal investasi. Salah satu investasi terbaik ya Rumah!


Kebetulan, beberapa waktu yang lalu Iyah berkesempatan untuk mengunjungi salah satu perumahan Wiraland. Tepatnya di Mayfair Residence, Jl Bunga Terompet, Medan Selayang yang kebetulan jaraknya hanya 4 menit dari lokasi iyah bekerja. Lokasi komplek ini sangat strategis sih menurut iyah, karena keluar dari bunga terompet langsung ketemu jalan besar Ngumban Surbakti, kalau lurus mengarah ke binjai, kalau belok sedikit ke kanan langsung jumpa simpang jalan setiabudi. Hanya 20 menit menuju Kampus USU. Begitu memasuki gerbang kompleknya kita disuguhi dengan hamparan rumput hijau dan tanaman peneduh yang rapi sehingga nyaman untuk dipandang. 



Belum lagi saat memasuki salah satu rumah tipe Vanda dengan ukuran 7X20. Rumah minimalis ini memiliki 1 kamar tidur di lantai bawah dan 2 kamar tidur dilantai 2. Dengan perabot yang mendukung, rumah ini terlihat luas dan menjadi sangat nyaman untuk ditempati bagi pasangan muda yang memiliki 1-2 orang anak.Tertarik untuk mendapatkan informasi lebih jelas? Bisa lihat di website wiraland.com atau ke nomor hotline 085297275999 ; 082362628888 ; 085373008800 ; 08116316008



Bagaimana? Sudah siap menyiapkan rumah untuk membangun cinta? Eak.
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
 (Eceknya disini ada gambar pembuka, tapi ntar aja ditaroh kalau niat)

“...men saja tak perlu lagi disiram pasir batu.” Sayup kudengar suara pak wono sedang mengobrol dnegan bapak-bapak lainnya. Hari ini pondok kami cukup ramai.
“Apa enggak besar kali itu biayanya pak? Butuh berapa ratus sak itu?” timpal yang lainnya. Aku beranjak turun, berniat mendnegarkan obrolan ini.

“Adanya sebenarnya dana itu, cuma kalau sudah bagus semua lama la lagi alasan untuk mintak dana lagi.”

“Mending kades disini begitu, kades-kades yang lain banyak itu yang korup ya pak.”

“Apalah kita yang kecil-kecil ini. Menteri sosial aja korup dana covid kok.” Ah, masuk sudah pembicaraan ini. Korupsi yang sudah merajela dan seolah tak mengejutkan lagi memang. Namun untuk kasus korup yang satu ini, terlalu menyayat hati. Dana bantuan sosial, untuk rakyat yang bahkan upah kerja harian mereka ada yang 2-3 ribu perhari dan menjadi sama sekali tidak memiliki pendapatan karena pandemi. Dan dikorupsi oleh orang-orang yang masih bisa makan daging lengkap dengan susu setiap harinya. Empat sehat lima sempurna lewat malah. Aku mulai meringis sinis begitu masuk topik ini.

“Berapa itu yang dikorupsinya? Milyar-milyar kan ya?”

“Kudengar sampai 5 milyar itu?”

“Punya duit segitu, gak akan kerja-kerja lagi aku.”

Statment terakhir dari salah satu peserta diskusi kopi ini -- begitu aku menyebutnya karena percapakan sejenis ini akan elalu muncul ketika kopi dan rokok sudah tersaji dan siap dinikmati -- membuatku jengah dan meninggalkan lingkaran itu. Tidak apa, cukup menyetor wajah sebentar sudah menunjukkan ramah tamah ku, bukan?
 
Aku jengah karena menangkap beginilah doktrin yang terbangun pada rakyat kecil di negeri ini. Sering kali ditanya. Hidup untuk makan atau makan untuk hidup. Mereka akan menjawab makan untuk hidup. Mengisi energi untuk berkarya, belajar, mengeksplorasi dunia. Pada kenyataannya di dunia kerja semua menjadi hidup untuk makan. Waktu, tenaga semuanya untuk mencari uang. Uang yang dipakai untuk makan. Sederhananya begitu. Hanya segelintir kecil yang tetap memegang teguh bahwa apa yang dia makan semoga berkah dalam mengerjakan setiap karya-karya dirinya didunia fana ini.
 
Sebenarnya apa yang manusia cari sehingga bisa menjadi begitu tamak pada harta. Jika sifat ini muncul pada si miskin, wajar. Kita dituntut untuk hidup berkecukupan, karena saat didalam kekurangan manusia akan semakin dekat dengan kekufuran. Lalu pada sikaya yang sudah memiliki segalanya mereka bersaing dengan sikaya lainnya. Nyatalah sudah lirik lagu yang cukup terkenal “sikaya makin kaya~”
 
Tulisan-tulisan ku masih belum bisa menemukan solusi-solusi untuk apa yang terjadi pada pola pikir dan pendidikan di negeri yang miskin literasi ini. Untuk mengkritisi pun rasanya masih terlalu dini. Dimana auman kerasku kala masih SMP? Aku bukanlah Sintong Tinggal dalam Novel karangan Tere liye si penulis handal yang opininya begitu mudah menembus koran nasional di umurnya ke duapuluh empat.
 
Tapi aku akan terus tetap menulis, menyampaikan pandangan-pandangan awam ku. Mempertanyakan moral etika yang aku pelajari di mata pelajaran PPkn saat di sekolah dasar dahulu. Moral etika yang tidak tertulis, disampaikan turun temurun oleh para orangtua. Dimana hari ini, orangtua sibuk sendir dengan gawai mereka. Tentu tak buang dengan anak-anak hari ini yang lebih lincah lagi berselancar didunia maya. Semakin tidak tau malu semakin viral, semakin viral semakin besar peluang mendapatkan uang. Selama itu menghasilkan uang maka itu disebut karya. Selama itu banyak yang menikmati karyanya, maka tak boleh ada yang menghentikannya.
 
Aku hanya meringis kecil ketika ibuku bilang bahwa generasiku sussah sekali dibilangin, kalau dulu hanya dipelototi saja sudah mengerti salahya apa. Sementara anak jaman sekarang bisa-bisa orangtuanya di pelototi balik, menuntut penjelasan apa kesalahan yang ia lakukan. Sudah dijelasin juga masih ngeyel. Yah gimana, disuruh baca syarat dan ketentuan saat menguduh sebuah aplikasi saja malas, apalagi memahami isinya.
 
Generasi Instan. Ingin semua hal Instan. 
Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar
"Aku mau mundur, bang" ujar ku beberapa waktu yang lalu kepada atasanku. Lalu jawabannya adalah, "Pikirkan dulu yang matang, jangan mengambil keputusan saat marah. Ini baru saja atau sudah dipikirkan sejak lama?" tanyanya kembali.
"Kata Mamak... kalau sudah terasa menyakiti dan kehilangan tujuan yang buat bahagia disini, tinggalkan..."

-

Obrolan tidak terhenti sampai disitu, bersama dua rekan kantor terdekat kami mengobrol via telpon. Setelah sudah tidak pernah satu tim lagi (ya dulu juga satu tim gak resmi sih) aku kehilangan waktu untuk ngobrol ringan sembari berdiskusi. Mereka memberi tanggapan sama, aku disuruh bersabar dan posisiku sekarang adalah untuk mendukung atasanku. Jangan ikut menekan dan memberi beban dengan keegoan ku sendiri. aku akan kehilangan tujuan dan jati diri ku sementara, tambah mereka lagi. Aku menarik nafas panjang. dengan prinsip-prinsip dan idealisme yang masih ku pegang sebagai fresh graduate tentu ini menjadi bumerang yang terus menekan-nekan nurani diriku sendiri.

"Memangnya habis ini mau ngapain kalau enggak disini?" tanya mereka berdua.

Aku tertawa dan menjawab hal yang sudah pasti membuat kesal.

-

Biasanya, hari ahad akan kuhabiskan untuk mencuci semua baju, menyetrika lalu beristirahat penuh. karena hari kerja ku habiskan dilapangan bahkan kadang baru pulang saat weekend.
Kali ini, aku beristirahat cukup. cukup untuk diri, pikiran dan hati. Sejak jum'at aku sudah berada di rumah, di kamarku yang sangat nyaman. Aku kembali me-review sebenarnya apa yang mau aku lakukan selanjutnya dan apa tujuan ku diawal.

Sabtu, teman geng SD ku menikah. Aku dan 2 teman geng lainnya hadir. Yang satu sedang mengandung 7 bulan. Kami menghadiri pestanya januari lalu. Tentu saja pertanyaan "kapan" menjadi terlontar. Teman ku yang satu sedang Koas. Dia punya alasan untuk fokus studinya. Aku tersenyum dan menjawab, "Doakan saja tahun depan." Meski aku tau tahun depan tinggal 1 bulan lagi. Aku tidak mau menjauhkan doa-doa baik yang dikirimkan orang-orang padaku. Kapanpun itu, aku harus siap dan aku yakin Allah memberikan yang terbaik. "Kalau pertengahan tahun belum kelihatan hilalnya, aku lepar proposal ke organisasi aja ya." Imbuh ku setelah diceritakan bahwa temanku ini melalui proses ta'aruf selama 3 bulan.

-

Karena kemarin ada yang menyapa ku dan aku tidak kenal, aku mencoba mencari tau lewat facebook. Yup, akun sosial media yang akan membuka tabir masa lalu penuh dengan kepolosan. Yassaalam, lewat diberandaku lagi ternyata salah sau teman SMA di angkatan juga sudah menikah. Di bawahnya, peringatan 1 tahun meninggalnya salah satu teman sekelasku ketika SMA.
 
Tahun ini.. hampir imbang jumlah teman yang menikah dan orang yang ku kenal meninggal dunia. Mereka yang berpulang tak hanya karena dimakan usia, tapi juga di makan kejamnya virus, bakteri dan kekejaman sesama manusia. Umur, tidak ada yang tau.
-
Soal menikah, aku serius untuk mempersiapkannya. Dan untuk mati, aku juga akan lebih serius mempersiapkankannya. Sehingga... aku kembali berpikir tentang apa yang sedang ku kerjakan saat ini. Sudah cukup bermanfaatkah aku? apakah semua ini menjadi amalan? hanya Allah yang menentukan.. hanya Allah yang menentukan

Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi 'alaa diinik
(Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)

Tulisan ini di buat sebagai catatan dan intropeksi diri di kemudian hari.






(dan ketika aku sedang mengetik ini, masuk lagi kabar ada yang baru selesai lamaran, hahaha)
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
    Hai, Assalamualaikum.

Ini sudah cukup lama dan aku benar-benar rindu menulis. Sebenarnya sudah lama aku menahan diri untuk menulis soal ini. Yup, soal pendidikanku dan kini lulus strata satu.

Pertama, soal pendidikan aku tidak pernah ada ambisi apapun. Kalau nasib berkata aku tidak disekolahkan oleh orangtuaku, mungkin aku takkan ada rengekan atau meminta disekolahkan. Aku sekolah karena orangtua ingin yang terbaik untuk anaknya ini. Aku tidak pernah pindah-pindah sekolah karena tidak cocok dengan lingkungan, guru, teman dan sebagainya. Hanya saja, SD, SMP dan SMA ku memang tidak pernah di tempat yang sama. Supaya pergaulanku luas kata orangtua ku. Ya bener aja, sekarang kalau mau ngadain acara aku kebingungan masalah undangan. Takut ada yang kelupaan diundang dan sedih. hehe.

Soal rangking juga, meski orangtua selalu ingin anaknya menempati posisi pertama, kenyataannya aku tidak pernah rangking satu. Kakakku selalu rangking 1. Aku hanya nangkring di 3 besar, kadang  5 besar. Pernah sekali waktu kelas 3 SD rangkingku anjlok ke rangking 13 karena sesuatu hal. Aku di ancam dipindahkan ke SD Negeri. Aku menangis karena dibentak, bukan karena ancaman pindah sekolah. Karena aku tidak mengerti apa bedanya sekolah swasta dan Negeri. Percayalah, anak yang hidup nyaman sejak kecil tidak akan memahami penderitaan orang tidak berada.

Meski aku berantem juga saat SD, tapi tidak sekalipun dalam pikiranku untuk pindah. Karena pilihan itu tidak pernah masuk dalam pikiranku. Saat SMP juga, cukup jauh jaraknya dari rumahku. Aku diantar jemput oleh ayah setiap harinya ke sekolah yang jaraknya 15Km dari rumah. Aku tidak pernah mengeluh sekalipun ingin pindah karena sekolahnya jauh, aku yang lelah di perjalanan. Engga pernah. 

Masuk SMA, aku yang ingin sekolah negeri. Mana aku mengerti ada sekolah negeri favorite. Waktu aku ikut ujian di SMAN 1, aku sakit perut akut saat tes terakhir. Karena aku tidak sanggup dengan tekanan peserta lain yang borjuis banget. Ada rasa tidak nyaman yang begitu besar saat aku masuk ke lingkungan sekolahnya. Dan hasil pengumuman keluar, sangat tidak masuk akal aku tidak lulus di TPA. sementara TOEFL dan TPU masuk 30 besar. guru-guru SMP heran, orangtua ku heran. Aku hanya diam dan tidak sedih. Karena ini bukan kegagalan milikku.

Aku masuk ke SMA negeri dekat rumah. Dan itu kali pertama orangtuaku tidak membayar uang sekolah untukku. Ada sih uang sekolahnya, tapi jumlah seper per per aduh kecil bangetlah dibanding SPP ku saat SMP dan SD. Bahkan kalau aku mau aku masih bisa bayar uang sekolahku sediri dari ngumpulin uang jajan. Tapi aku melihat masih ada teman-teman di SMA yang SPP dan uang bukunya nunggak.

Ibu ku sibuk ingin memindahkan ku ke MAN saat itu. Kalau tidak bisa ke MAN, minimal ke swasta. Aku hanya diam. Kalau memang mau pindah yaudah, kalau engga juga yaudah. Segitunya aku engga punya ambisi. Bahkan aku tidak memikirkan apakah berpengaruh ke masadepanku jika aku pindah atau tidak. Aku bilang pada ibu, sayang bajunya kalau pindah ke MAN. harus beli baju kurung dan rok kembang lagi. Sementara seragam SMA ku baju kemeja biasa dan rok sepan. Dan aku suka! karena sama kayak di novel teenlit.

Rujukan kehidupan SMA ku adalah Novel teenlit. Nakalnya juga terinspirasi dari teenlit. Bedanya, aku mampu menahan diri untuk engga pacaran aja.

Saat menentukan jurusan kuliah, aku bersikeras ingin arsitektur sebenarnya. Dan orangtuaku melihat sepakterjang kenakalanku saat SMA (oiya, nakal disini aku tetap rangking 3 besar selama SMA) kayak hopeless sepertinya. Terserah aku mau ambil jurusan apa. Meski pilihan kedokteran tetap ada. Tipikal orangtua Indonesia raya banget :)

Akhirnya aku mendesak untuk konsultasi ke Psikolog. Ditemani ayahku. Masa-masa sejak menentukan jurusan sampai aku selesai kuliah selalu ada Ayah.

Dan keluarlah pilihan itu, Biologi. Lulus jalur undangan pula. Bener-bener gaada perjuangannya diriku, modal hoki doang. Kata banyak orang saat itu.

2014, aku memulai kuliah dengan semangat. Karena laboratoriumnya banyak. Hal yang aku impikan sejak kecil. Setelah melewati 3 semester, aku baru menyadari bahwa laboratorium adalah neraka kecil.
Apa lantas dengan kesulitan ini aku ingin berhenti? enggak sama sekali. Temen-temen ada yang satu persatu mundur, ada yang masuk ke jurusan lebih baik lagi dan ada juga yang memang benar-benar enggak sanggup.

2017, tahun ketiga kuliah. Aku aktif di kepanitiaan sana-sini. Kuliah juga sudah mulai longgar. Semua terasa lega.

2018, ada acara besar yang aku tangani. Punya ruangan sendiri, merasakan trial dunia kerja untuk pertama kali. Bersama bang steven yang sedang mengejar beasiswanya. Sementara aku, ada satu mata kuliah yang kami semua, satu stambuk harus ambil karena kesalahan jurusan. Matkul bahasa Inggris. sembari itu, bang steven mengingatkan supaya aku jangan terlena dan segera seminar proposal. Dan bang steven, lulus beasiswa erasmus ke Finlandia.

2018 akhir ke Januari 2019. Penelitianku selesai. Sementara 2 orang dari angkatan ku gelombang pertama wisuda di November 2018. Aku, masih santai. Maret, aku malah ikut program training dari kantorku yang sekarang. Aku mulai terlihat melarikan diri dari kejenuhan dunia kampus. Jujur saja, yang membuatku jenuh bukan skripsiku, tapi sifatku yang People Pleaser banget. Aku senang ketika membantu banyak penelitian dosen atau membantu kepanitiaan. Tapi itu jadi mengenyampingkan urusan utama ku saat itu. Skripsi.

Aku ikut program training dan lulus sampai magang. Aku lantas tidak bisa membagi waktu. Aku melanglang buana keluar masuk hutan dan mengabaikan administrasi kampus.

Juli 2019, aku mengajukan untuk Seminar Hasil. Tiba-tiba dosen pendamping akademik yang sudah cukup tua dan sangat sensitif tidak mau menandatangi KRS ku. Artinya, tanpa KRS itu aku tidak bisa mendaftar. Alasannya sederhana, sudah lewat masa diskusi mata kuliah. Aku kelewatan 3 hari, karena banjir besar dan aku benar-benar tidak bisa keluar dari hutan tepat waktu saat itu. Aku menitipkan pesan pada temanku, dan dosenku ini kecewa kenapa aku tidak menghubunginya langsung.

Aku tidak berani mengatakan hal ini kepada dosen pembimbingku. Aku hilang timbul, beralasan bahwa hasil penelitianku belum cukup baik, ada data yang ingin aku perbaiki. 

Desember 2019 aku kembali menemui dosen pendamping setelah menceritakan masalahku ke dosen pembimbing. Beliau tetap tidak mau mengeluarkan izin untuk ku seminar hasil. Dengan alasan ada laboratoriumku yang belum lulus. Aku kaget, ini adalah alasan yang paling tidak masuk akal. Akhirnya setelah melewati proses administrasi yang cukup panjang dengan bantuan para staff kampus yang sudah baik banget denganku. Dan voila, ketahuan bahwa yang dimaksud belaiu belum lulus itu adalah NIM di atasku dimana orangnya sudah balik kampung dan tidak melanjutkan perkuliahannya lagi.

Akhirnya KRS ku ditandatangani dan aku Seminar Hasil usai libur panjang di awal Februari 2020. 

Dosen pembimbing dan penguji mendesakku untuk segera Sidang di bulan Maret. Akhirnya skripsiku di ACC di akhir februari dan Boom! Korona hadir, mengubah segalanya~

Lagi-lagi aku harus berjibaku dengan urusan administrasi yang serba baru di masa korona.

2 Juni 2020, aku sidang online. Dengan drama terlebih dahulu yaitu jaringan blackout lalu aku bersama kakakku yang sedang di Medan saat itu kami naik sepeda motor melawan arah di flyover Amplas menuju rumah Tulang (paman) yang manajer telkom sehingga kecil kemungkinan sinyal tidak lancar dirumahnya. 10 menit. Dengan jilbab yang sudah tidak karuan bentuknya, aku melanjutkan sidang dan dinyatakan lulus saat itu juga. Didampingi Kakak dan Nantulang (Tante) bersama para sepupu lainnya.


Wisuda? Wisuda?

Udah, nunggu offline aja. kata ibu ku. Sebenarnya aku bisa mengikuti wisuda Juli. Tapi online.

Akhirnya, aku dipaksa daftar oleh jurusan untuk wisuda periode 3 tahun ini. Setelah di undur-undur akhirnya wisuda onlineya jatuh pada tanggal 10 November.

Video yang sudah di upload sejak september, ditayangkan online di youtube dan saat ditayangkan posisiku kembali masuk ke dalam hutan :)

Usai sudah kisah yang satu ini dan mari kita mulai kisah yang baru. Prinsipku tetap sama, setiap hal yang aku mulai harus aku selesaikan sampai akhir. Apakah itu dengan cara berjalan, merangkat, ataupun merayap. Aku harus tetap bergerak menyelesaikankannya. Ini adalah tanggungjawab, ini adalah amanah. 



6 Tahun, waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan strata 1. Rasa kecewa ada, rasa sesal ada. Teman-teman menghiburku bahwa aku tidak sempat merasakan jadi pengangguran. Yah, disyukuri saja.  Apapun yang aku lakukan kedepannya, semoga terus bermanfaat bagi banyak orang. Amin.

Duh, gaji belum UMR nih.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Disuruh liburan. Ke sibayak yuk!
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
 Melirik Kembali Wisata Puncak Sibayak

Yaudah yuk.

Segampang itu keputusan kami untuk berangkat. Soalnya pucak sibayak memang segampang itu untuk di akses. Istilah untuk yang sudah terbiasa mendaki, sibayak adalah jalan-jalan sore. Setelah dulu 2015 aku mendaki sibuatan, bayangan ku sibayak di tahun ini setelah campaign-campaign cinta alam maka akan lebih bersih, asri dan nyaman untuk dipandang.

Awalnya kami berencana berangkat sore hari mengendarai sepeda motor. Karena beberapa hal jadilah kami putuskan untuk berangkat sabtu pagi. Tapi, kalau sabtu pagi aku gak diizinkan bawa sepeda motor. Haduh. Yasudah naik angkutan umum saja.

Angkutan umum kesana bisa naik bus sutra sampai ke berastagi. Harganya hanya 10.000 dari simpang pos medan. Dan berikutnya kita bisa naik angkot yang mengantar ke kaki sibayak. Ah, kalau mau lebih menantang, jalan kaki saja sampai kaki sibayak. Hitung-hitung napak tilas kan. Hehehe.

Dan well, rencana hanya rencana. Kami diantar sampai kaki sibayak wkwk. O iya, kami dari jalur wisata ya. Gak mau capek banget soalnya :p (Naik gunung macem apa gak mau capek?!)

Kami berempat pun membayar biaya retribusi 10.000 perorang. Tidak ada pemeriksaan, meninggalkan KTP dll. Bebas. Sebebas itu. Setelah membayar Retribusi, kami pun berdoa agar diberi keselamatan sampai turun nanti. Meski ini ‘hanya’ sibayak, jangan pernah sekalipun meremehkan alam. 
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Tiket masuk perorang

Pendakian dimulai di jalan aspal. Betapa irinya hati melihat yang bawa motor sampai ke atas. Maksudnya sampai ke jalur pendakian. Kalau dari kaki gunung, kita naik keatas dengan berjalan kaki hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Sedangkan naik sepeda motor Syuung~ 10 menit aja nyampe. 
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Bengep saat baru start awal.
Sehabis jalan aspal, kita akan menemukan tempat campground. Biasanya orang akan ngecamp disana dan paginya mendaki lagi. Disana ada banyak warung, tempat parkir dan Mushola yang kuncinya harus diminta ketika akan sholat. Cape deh. 

Diatas, kita tidak akan di mintai lagi biaya lainnya kecuali yang mau nitip sepeda motornya.

Setelah Sholat, kami pun mulai berjalan ke atas. Eh mendaki maksudnya. Karena sudah lama, terasa juga ngos-ngosan. Btw, karena kami berencana ngecamp diatas, kami berempat membawa ta scarier. Bagian alat masak di aku, logistik makanan di kak khai, baju dan printilan lainnya di tambak, dan tenda plus air minum di bang Azum. Alamak, sepanjang perjalanan kami melihat tidak ada perempuan yang membawa carrier. Rata-rata hanya yang laki-laki membawa beban sementara perempuan melenggang dengan sebotol air minum kecil. Seperti rerata pendaki, masing-masing selalu menyemangati. “Sikit lagi kak!” begitu. Ah bullshit, pikir kami yang sudah terbiasa tertipu dengan kalimat penyemangat itu.
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Setengah perjalanan
Eh, ternyata benar saja. Baru kami merasa nyaman dalam mengatur nafas dan merasa lebih fit untuk naik beegh, udah sampai saja. Kayaknya kami baru jalan satu jam deh. Itu pun udah dnegan banyak berenti menikamti pemandangan alam dari yang maha kuasa. Pemandangan sepanjang jalan emang worth it banget sih.

Sampai di kawah (belum dipuncak) kami mencari lokasi untuk pasang tenda. Sebenarnya aku ingin sekalian aja mendirikan tenda di puncak. Tapi itu terlalu riskan. Dan lagipula akan mengganggu orang-orang yang ingin melihat pucak bukan?

Tambak dan bang Azum mendirikan tenda sementara Aku dank an Khai susah payah menghidupkan briket. Briket arang buatan ibuku sedang daam uji coba dan nekatnya aku mempertaruhkan ini diatas sibayak XD mana parafin lupa bawa lagi. Baiklah, akhirnya briket yang berembun itu bisa menyala. Setelah nyala rasanya enak sekali. Kami memasak nasi dan paling parah kami mencoba eksperimen untuk langsung merebus popmie hehehe.

Menunggu itu masak, kami pun beranjak untuk melihat matahari terbenam. Sayang, kabut. Gambar yang kami dapatkan tidak terlalu bagus. 
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Sunset tertutup kabut

Malam menjelang, bersyukur kami di daerah kawah sehingga bisa ambil air wudhu dari aliran mata air yang bercampur belerang. Eh boleh ga sih wudhu pake air belerang?
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Sholat isya
Kami pun menyantap popmie hasil eksperimen. Syukurlah sampai kami turun tidak ada keluhan yang sakit perut :p setelahnya kami membuat jagung bakar dan menyantap cemilan. 
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Bakar jagung manis, cuma pake mentega XD
Saling berbagi cerita, menatap bintang-bintang, menertawakan hidup dan tak ada tangis yang terjatuh. Lepas, bebas, se lega itu. Seolah kawah menelan seluruh duka didalamnya.
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Dapur bisa untuk satu ingu diatas gunung XD
Sebelumnya ada accindent tenda, tapi gak apa. Jam 11 malam kami beranjak tidur. Karen kami ingin menikmati sunrise. Gak boleh begadang!

Menanti mata mengatup, masih ada obrolan-obral dan tawa kecil menghiasi tenda kami. Dan dasar aku anaknya moloran, bentar aja aku tidur dong. Tiba-tiba jam 2 pagi…

Aku gelisah dan sesak nafas parah. Kayak di bekep. Kan khai dan tambak bangun, lebih tepatnya ternyata mereka belum bisa tidur. Akhirnya setelah agak tenang sedikit, aku pelan-pelan kembali mecoba tidur, begitu pula dengan kak khai dan tambak. Aku kembali lelap, kami semua lelap tapi tetap merasakan bahwa kilat menyambar-nyambar dan angin cukup kencang menerjang tenda. Syukurlah kami tiak apa-apa sampai alarm berbunyi jam 5 pagi.

Bang Azum dan Kak khai bergantian sholat shubuh. Meski kak Khai dan tambak mengeluh karena merasa bahwa mereka baru saja terlelap. Kasihan. Aku yang paling pulas sih memang. Ntahlah abang kami itu pulas juga tau enggak wkwk.

Pendakian menuju puncak dimulai kembali untuk melihat sunrise. Kami sampai di puncak jam setengah 7. Kabut tebal menyambut kami. Sedikit sedih rasanya. Tapi kami bisa melihat matahari yang beranjak naik setengah 8. Huuu serunya! Bahkan kami tidak ada yang sempat merekam sangking takjubnya. 
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Sunrise ditengah kabut
Setelah melihat matahari terbit, tentunya kami foto-foto dan buat video doong. Ntar kalian liat aja videonya di youtube aku yah!
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
seperti negeri diatas awan~
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Moto pake geotag biar keliatan ketinggiannya.
Pukul 11 kami turun untuk menyiapkan sarapan yang kesiangan. Kami hanya sarapan snack-snack dulu saat diatas puncak. Kembali setengah mati menyalakan briket yang berembun dan setelahnya sarapan kesiangan. Beberberes tenda, kami pun beranjak turun.

Turun sampai ke camping ground kami sama sekali tidak ada istirahat! 15 menit saja sudah sampai… andai begitu juga pas naik hehe.

Di camp ground kami sholat dzuhur dulu dan mengisi amunisi air. Air panas di banderol 2000 perbotol, dan mengisi popmie 2000 percup. 

Lalu kami beranjak turun menuju kaki sibayak. Lagi-lagi kami berhasil turun dengan cepat dan tidak ada istirahat. Eh sial nya aku melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ada sekelompok pendaki yang sedang beristirahat membuang botol plastik! Beeeegh! Langsung lah aku merepet panjaaang. Aku gak bakal takut bakal diapa-apain sama ni sekelompok bocil yang mendaki cuma buat gegayaan. Sialnya nambah dengan kami satu angkot saat menuju berastagi. Mereka diam seribu bahasa sementara kami asik mengobrol. Yah.. ada rasa bersalah juga sih aku gak bisa ngingetin baek-baek.

Dari berastagi kami naik sutra menuju simpang pos. kami kebagian yang berdiri… dan aku tidur sambil berdiri...parah banget molornya memang. Syukurlah tak lama ada yang turun. Kami berempat pun kebagian tempat duduk.

Usailah cerita perjalanan kami ke sibayak. Doakan rencana kami berikutnya ya. Aku akan kembali memeluk puncak sibuatan :)
wisata sibayak, jalan-jalan ke sibayak, puncak sibayak
Salam Chibi-chibi!

Lestari!
NB:
- Maaf males ngedit-ngedit foto
- btw kami pergi saat lagi banyak undangan, pulang dari atas aku langsung ngacir ke undangan yang sempat didatangi :'D
Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar
Older Posts

i'm part of

komunitas blogger medan blog m
ig: @blogger_medan fb: /blogger.medan

YouTube

About me


About Me

Assalamualaikum, Aku Iyah. Penikmat, penyayang alam dan seisinya. Menulis dari hati, semoga menyentuh hati :)

hubungi aku di [email protected]


NEWSLETTER

Categories

  • Biologi
  • BLOGger Medan
  • Film
  • jalan-jalan
  • Review
  • Tutorial

recent posts

Postingan Populer

  • Jurusan S1 Biologi Murni, Mau jadi apa?
  • Film Menyesatkan- 7 Petala Cinta
  • Cara Bekicot (Achatina fulica) Berkembang Biak
  • Cara Melihat Following Yang Tidak Follow Tanpa Aplikasi (For PC)
  • Trikoma (Trichomata)

Blog Archive

  • ▼  2021 (1)
    • ▼  Februari (1)
      • Cinta Butuh Rumah
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (34)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2017 (9)
    • ►  September (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (46)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2015 (65)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (11)
  • ►  2014 (51)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (9)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2013 (22)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (5)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2012 (35)
    • ►  Desember (8)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (7)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
  • ►  2011 (16)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
  • ►  2010 (2)
    • ►  Juli (2)
  • ►  1996 (1)
    • ►  November (1)
Youtube Facebook Twitter Instagram

Created with by ThemeXpose