Ini hari-hari ku selama masa karantina. Apakah kamu mau membacanya?

Ah, untuk apa saling membaca kisah orang yang sama-sama sedang dikarantina.

Baiklah aku akan bercerita. Di mulai dari ditutupnya kerangkeng penjara yang terlihat ini secara perlahan.

16 maret, 
Aku masih asik duduk sambil menikmati wifi untuk bermain cacing yang sedang popular beberapa waktu lalu. Sampai sebuah telepon masuk, dari salah satu dosen ku. "Mahdiyyah, mulai besok kampus diliburkan" aku hanya menjawab "oh iya bu" karena nanti kalau ada urusan paling juga di suruh ke rumah beliau. Aku lanjut main game cacing.

Buat cicak-cicakan untuk anabul



Menjelang sore, di kantor yang ala kafe aku baru membantu mengerjakan laporan setelah bosan main cacing. Percakapan mulai ribut soal lockdown. Aku masih biasa saja, kantor ini ngapain harus tutup pikirku. Toh kami lebih banyak yang bekerja dari luar. Masih mengobrol santai dengan Anka, mahasiswa doktoral dari Polandia yang sedang penelitian di lembaga kami. Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponsel Anka dan raut wajah yang ceria tiba-tiba menghilang.

17 Maret.
"Kantor libur mulai lusa" eh? eh? gimana? gimana?
"Surat Himbauan dari Gubernur sudah turun" ah, baiklah.

"aku mengkaratina di hutan saja" balas beberapa teman yang sedang di lapangan.

Masa Karantina di Mulai

Aku menatap jam dinding menunjukkan pukul 9 pagi. Biasanya jam segini motorku sudah dipanaskan usai sarapan bersama di meja makan. Tapi karena Ibu Bos sedang pergi ke Solo dan aku juga tidak sedang tidak ada kegiatan yang penting sarapan pagi itu beda waktu antara aku dan ayah.

Tibalah hari Ibu Bos pulang dari Solo, dengan komunikasi terakhir bahwa di Solo mulai banyak yang positif. Ibu Bos pulang, aku langsung membantu membongkar tasnya dan ku tanya mana baju kotor. Baju kotor, tas langsung masuk mesin cuci. Sepatu juga di cuci.

Besoknya, bu Bos masih menghadiri banyak acara dengan wakil Gubernur dan acara-acara kegiatan sosial lainnya. Aku? udah #dirumahaja sedangkan pak Bos masih dengan aktivitasnya yang biasa.

Akhirnya tiba saat aku berangkat kembali ke lapangan. Itu hari minggu. Aku izin dengan bu bos akan kembali di hari Rabu. Dengan mobil kantor, membawa beberapa buku bacaan dan alat belajar untuk rumah belajar di salah satu desa dalam Hutan Leuser. Anak-anak disana juga sudah diliburkan.

Aku melihat mereka, masih dengan kesehariannya yang biasa. Orangtua berkebun di pagi hari dan anak-anak dengan antusias sudah mendatangi kami yang sedang sarapan untuk di ajak bermain dirumah belajar. Kami menggambar, bermain dan membaca dongeng. 

lalu, berjanji akan kembali minggu depan.

Dan kami tentu saja tidak kembali kesana. Ajudan wakil gubernur positif Covid-19, bu Bos pun panik dan gula darah jadi tinggi. Bagaimana tidak panik, masa inkubasi virus 7-14 hari baru memunculkan gejala sedangkan ada 2-3 acara di mana bu Bos ada di acara bersama Wagub.

4-5 hari #dirumahaja aku masih tidak apa-apa. Masih rajin masak snack dan buat beberapa frozen food. 2 kali keluar rumah untuk mengerjakan donasi handsanitizer. Itupun kakak yang di Jonggol berulang kali mengingatkan agar aku jaga jarak alias social distancing atau sekarang dikenal juga dengan physical distancing. "kok bisa tau?" Iyalah, aku rajin instastory sama live ig.

Kegiatan berikutnya selain WFH (Work From Home) ya aku baca buku lama kembali. Sudah beberapa bulan ini kau gaada beli novel baru sih. Malah beli komik haha. Lagipula aku baru menikmati setahun terakhir ini membaca jurnal. Biar jadi cewe yang openminded, berwawasan luas dan nyambung diajak ngobrol apa aja. ceilah. yang ada malah pas pedekatean aku yang capek menjelaskan segala hal. payah nyari calon pasangan yang rajin membaca sekarang ini.

Aku sedih saat mendengar bagaimana orangtua anak-anak dirumah baca menjelaskan kenapa kami tidak bisa kesana. Mau vidcall? astaga, aku saja kalau mau menelpon kala disana harus mendaki 2-3 bukit.

Tanaman kantung semarku sepertinya juga bersedih, setelah ditendang jatuh dari jendela oleh kucingku yang memberontak mau keluar karena seharusnya dia dikarantina juga setelah muncul berita bahwa kucing bisa terjangkit Covid-19.

Ketika aku ke supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan, aku harus menunggu cukup lama untuk diperbolehkan masuk karena suhuku mendekati 38 derajat. Bagaimana menjelaskan aku yang sehari-harinya sudah terbiasa dengan baju tebal dan nyaris tidak bisa berkeringat memang wajar suhu badanku segitu? Temanku yang dokter juga bilang itu pemindai suhunya hanya dari luar sehingga tidak akurat suhu dari dalam tubuh yang diukur.

Aku sudah mulai diambang batas.

Aku mulai menceracau di twitter, ingin ini, ingin itu setelah Covid-19 berakhir. Mulai dari hal yang belum terlaksana seperti pergi ke beberapa tempat, beli ini, beli itu sampai ke hal yang sudah biasa dilakukan seperti nongkrong di cafe buat diskusi saat weekend, makan mie ayam bareng-bareng, sepedaan, main bulu tangkis saat jam kerja kantor selesai, ke gramedia atau sekedar menyusuri mall untuk melihar printilan yang lagi diskon. Kalau khilaf dibeli, sekali belanja hilang setengah gaji sebulan. Keinginan-keinginan sesederhana itu. Ingin nikah saja yang belum ku tulis.

Ini semua konspirasi ekonomi kapitalis dan politik yang licik. Wabah ini sudah di perkirakan sebagai rancangan Human Depopulation. Si Kaya, Si Pintar dan Si Beruntung yang akan selamat. Ini adalah upaya seleksi manusia. Untuk bumi yang bisa bernafas sementara sebelum kembali dieksploitasi kerakusan makhluk prioritas. Itu yang kubaca dari buku CODEX. Maka jadilah dari yang 3 itu, ga ada dibilang yang baik atau yang jahat yang selamat. Tapi kalau ga sengaja kamu mati saat Covid-19 ini ya taulah alam mana yang akan menerimamu. Ini semua pasti akan berakhir jadi aku tidak berharap untuk sebuah akhir.

Sekian curhat panjangku. Jadi sesuai judul #dirumaaja harusnya ngapain sih? ya ini, mikir.

 Terima proyek dan gaji.