Dari kecil aku sudah sering memelihara hewan, seperti kucing yang liar dengan arti enggak ada yang punya atau dibuang orang. Hari gini yang namanya kucing liar beneran ya cuma yang di hutan. 



Melihara hewan lucu itu dari kecil sampai besar, terus sama orang dewasa dikasih obat supaya gak beranak banyak. Dulu aku belum tau itu berbahaya dan jahat buat hewannya, namanya juga aku masih SD ya. Terus waktu pindah rumah dan belum ada kucing yang berkeliran di komplek rumah yang sepi sekali itu, Ayah membelikan aku sepasang kelinci. Gak nyampe dua tahun, satu kelinci mati karena kaget dengar petir, dan disusul pasangannya yang stress karena gaada temen seminggu kemudian. Lanjut pelihara ayam yang gak sengaja bertelur di taman kecil depan rumah, tepatnya di bawah pohon cemara. Tetiba jadi banyak sampe 20 ekoran sampe tetangga ngomel karena e'e nya kemana-mana. Habis itu semuanya mati saat musim flu burung (H5N1). Ya aku ga ingat sih itu pada dihabisin semua karena takut kita tertular atau emang mati semua karena virus.

Habis itu, saat aku kuliah, aku pertama kalinya mendapatkan hewan 'mahal' yang dari dulu aku memang kepingin punya. Yup, Kucing Ras Persia. Dengan kisah perjalanan panjang dan aku juga sudah punya uang tambah-tambahan sendiri saat masih kuliah, aku menerima dia, Abeng, apa adanya. Abeng memang udah gaada, tapi berlajut sampai sekarang aku masih punya dua kucing Ras dan satu kucing kampung.

Sering kali orang-orang meminta kucing Ras ku. 
"Kalau ada anaknya bagi yaaa. Yang bulunya panjang tapi..."

Kucing shorthair sering kali dianggap sama dengan kucing kampung pada umumnya. Hadeeh. Bahkan ada yang terus terang kepada ku mengatakan bahwa kalau ada anak kucingnya yang berbulu pendek langsung mau di kasih orang aja atau dibuang ke pasar. Karena tidak cantik.

Syukurnya adopter dari kucingku benar-benar ku seleksi, biasanya mereka teman yang tinggal tidak jauh dari ku, pernah kutau riwayatnya memelihara binatang dan sedang tidak dalam kondisi kesulitan ekonomi. Mau aku kasih kucing yang bulu pendek atau panjang, teman-temanku ini merawat mereka dengan sepenuh hati selama lebih dari 5 tahun ini. Alhamdulillah.

Jaman sekarang mudah sekali mendapatkan adopter untuk kucing yang berbulu panjang. Tapi tidak untuk yang berbulu pendek apalagi blasteran sama kucing kampung. Apalagi kucing kampung... siapalah yang mau perlihara. Paling cuma dikasih makanan sisa kalau si kampung ini datang.

Tentu pembicaraan kita ini bukan hanya kucing. Anjing, burung, dan berbagai jenis hewan yang bukan 'Ras' akan jauh lebih susah mencari orang yang mau merawatnya. 

Alkisah disamping tempatku bekerja, tinggal sebuah keluarga kecil dengan dua anjing Ras Bulldog dan satu anjing Kampung betina. Si Bulldog ini selalu menghiasi hari-hari kami berkerja dengan gonggongan sepanjang hari. Sementara si kampung, kami beri nama Chinggu, sering mampir setiap kami membeli bakso yang lewat di depan kantor. 3-4 tusuk sate jeroan kami lemparkan untuk Chinggu. 

Chinggu anjing kampung yang manis, warna dasarnya putih dengan corak hitam dan coklat. Dia akan duduk manis melihat kami dan melarang anak-anaknya agar tidak mengganggu. Yup, Chinggu sudah beberapa kali melahirkan anak-anak anjing yang lucu. Hanya saja, semua anak Chinggu tak ada yang kami lihat tumbuh besar.

Terkadang, wajah, badan Chinggu ada goresan luka. Saat kami bertanya kepada pemiliknya, itu akibat Chinggu berusaha keluar saat pagar ditutup.

Hingga suatu hari, aku baru pulang dari Hutan sekitar 1 minggu dan aku mencium bau busuk begitu tiba di parkiran kantor. Aku mencari asal muasal bau itu tetap tidak ketemu. Lalu aku melihat Chinggu duduk tak jauh dari situ, aku memanggilnya, Chinggu berdiri dan terlihatlah perutnya sudah koyak sampai ususnya terlihat. Kami semua panik dan tidak tau bangaiman cara menyelamatkan Chinggu. Berbeda dengan kucing-kucing liar yang sering kami obati dan di steril oleh dokter hewan disini, Kasus Chinggu butuh operasi besar. 

Akhirnya setelah meminta izin, di hari libur Chinggu di jahit perutnya. ususnya kembali dimasukkan, bekas luka semua di steril. Namun anehnya, kulit mengelupas itu tidak mampu tertutup semua. Dari Dokter hewan mendiagnosa bahwa ini akibat digigit.

Sayangnya, Chinggu hanya bertahan 1 minggu dari operasi besar itu. Karena, setelah operasi, Chinggu diberi makan sekenanya (tidak dipaksa makan) , luka tidak dibersihkan, pokonya tidak di rawat selayaknya hewan yang sedang sakit. 

Belakangan kami tau dari bapak yang punya rumah (satu-satunya yang bisa di ajak ngobrol) anak-anak Chinggu begitu sudah agak besar, di jual untuk rumah makan. Dua Bulldog itu sering menyerang Chinggu layaknya mainan. Dan koyaknya perut Chinggu juga karena diserang Bulldog.

Dari kisah Chinggu, aku menulis ini. Betapa sedih nasib si 'kampung'

Karena kampung, ia tidak diberi makan yang baik. Karena kampung, ia tidak dipandang. Karena kampung, ia tidak di hargai. 

Padahal, mereka semua adalah satu spesies, Felis domestica (kucing), Canis lupus familiaris (Anjing) dan berbagai jenis hewan satu spesies di seluruh dunia yang kebetulan rupanya berbeda karena menyesuaikan dengan iklim, hasil dari evolusi berjuta tahun.

Tak hanya hewan peliharaan, hewan ternak antara yang impor dan lokal juga sering dipandang berbeda.

Sampai kapan stigma seperti ini bisa hilang?

Aku tak berharap banyak, karena dengan sesama manusia, makhluk mulia di muka bumi ini kita masih sering rasis :)

Semoga tulisan ini bermanfaat. See ya!